Oleh  : Toni Suherman, SH. Dpt 
Gelar : Depati Mangku Rajo Kunci Negeri

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia ada kalanya berupa penyampaian informasi, baik itu berupa informasi kekinian ataupun sebagai bentuk penyampaian informasi atas warisan masa lalu. 

Pada masa dahulu sebelum bernama Kerinci, masih bernama Alam Kunci, dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan, bukan berarti mereka tidak punya kemampuan untuk merekam dan mewariskan pengalaman masa lalunya. Walaupun belum mengenal tulisan, akan tetapi proses pewarisan atas pengalaman masa lalu tersebut dilakukan secara lisan, proses pewarisan pengalaman masa lalu secara lisan tersebut dikenal sebagai tradisi lisan.
Namun realitanya posisi tradisi lisan masih terpinggirkan, potensinya masih terabaikan, dan masih banyak yang menganggap bahwa tradisi lisan hanyalah peninggalan masa lalu yang hanya cukup menjadi kenangan manis belaka. Tradisi lisan seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang melaju sangat cepat selama ini. Kemajuan teknologi ternyata tidak disikapi secara arif sehingga semakin meminggirkan posisi tradisi lisan. Tradisi lisan berupa dongeng, kegenda, mitos, kunun, parno adat di Kerinci dan sebagainya seringkali dianggap fiktif, padahal sangat terbuka kemungkinan besar untuk membuktikan bahwa kunun dan parno adat itu merupakan fakta yang kebetulan tidak dituliskan. Pembuktian semacam itu tidak mungkin dilakukan ketika ilmuwan dan peneliti sejrah Kerinci apriori terhadap kebenaran tradisi lisan secara ilmiah. Dibutuhkan dekonstruksi sikap tentang status tradisi lisan dalam khazanah dunia ilmiah Kerinci.

Ketika sebagian besar Antropolog dan Sejarawan masih berbicara tentang sejarah lisan sebagai pengumpulan data, Hendaknya kita yang merasa peduli adat sakti alam Kerinci teruslah bergerak maju jangan ragu untuk memposisikan tradisi lisan sebagai sumber sejarah yang mampu menghadirkan fakta-fakta yang kredibel, sampai dengan kemudian mengasumsikan sebagai sejarah itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa testimoni yang terus berkembang dan diwariskan secara turun temurun dalam ruang memori masyarakat pendukungnya, membentuk tradisi lisan yang merangkum perjalanan sejarah masyarakatnya dari waktu ke waktu tanpa terikat oleh ada tidaknya tradisi tertulis.
Paling tidak ada tiga hal penting yang mesti dilakukan. Pertama, mendefinisikan dan mengkategorikan bukti lisan sebagai sumber sejarah, sekaligus memberikan cara agar dapat digunakan untuk menulis sejarah. Kedua, membahas hubungan praktis antara ilmu sejarah, antropologi sosial dan ilmu-ilmu sosial relevan lainnya yang bermanfaat untuk mengumpulkan testemoni lisan. Ketiga, menyiapkan jastifikasi teoritis atas koleksi dan penggunaan bukti-bukti lisan dalam penulisan sejarah, khususnya sejarah panjang sakti alam kerinci. Tetap semangat. Salam PASAK!!! Peduli Adat Sakti Alam Kerinci.
Lebih baru Lebih lama