Penulis : SAFWANDI, SAP, DPT
Narasumber : M. Lambuk
Gelar sko (ijung putih tuo)
Seperti pada tulisan sebelumnya, melalui seorang sumber yaitu, M. Lambuk (Gelar ijung putih tuo), yang notabene adalalah salah seorang tokoh adat kerinci. Lelaki tua ini menyebutkan, bahwa seseorang bisa saja terjerumus kepada kesyirikan apabila tidak bisa memaknai setiap mantra yang seyogyanya mantra tersebut adalah do'a yang diucapkan dengan menggunakan bahasa melayu kerinci.
Seperti halnya mantra membakar kemenyan, mantra ini kata beliau, banyak yang salah mengartikan karena ketidak pahaman akan arti, maksud serta tujuan mantra itu yang sesungguhnya.
BISMILAHIRRAHMANIRAHIM
MELIPUTI NAMO DIKUMENYAN
TAPRUN KUPADO API
SELINDUNG ALLAH NAMO API NYO
SERU ALLAH NAMO ASAPNYO
"MUNYERU RUH YANG SATI²
MUNYERU RUH YANG DIKURAMAT"
SAMO DIPAPAH SAMO BUBIMBING
SAMO MUMINTAK KITO KUPADO ALLAHUTA'ALA..
Kalimat "MENYERU RUH YANG SATI²,
MUNYERU RUH YANG DIKURAMAT" kata M. Lambuk, bukan bermakna ataupun bertujuan untuk menyeru apalagi bermaksud untuk memuja-muja roh² leluhur yang sudah mati.
"kalimat ini bermakna seruan kepada keturunan leluhur kita, seperti yang menyandang gelar sko (Depati), atau yang dianggap lebih pandai serta berilmu" tukasnya.
Pernyataan tokoh Adat ini dikuatkan dengan beberapa dih mulayu yang berbunyi :
" Burung pirak terbang ke sasak
Tibo disasak hinggap di capo
Semenjak ninek turun ke mamak
Dari mamak turun ke kito"
"Buruk li baraganti li
Buruk pua jalipo tumbuh
Bah kayu jelatang bangkit
Hilang cincin timbul permato"
M. Lambuk menerangkan, Keramat (ilmu/kepandaian) para leluhur (Ninek), telah pindah kepada mamak, dan selanjutnya dari mamak terus ke kita.
"kita yang jika memang pernah belajar serta menuntut ilmu, itulah yang keramat". Tegas beliau.
M. Lambuk menambahkan, Apabila kita memang berilmu, artinya itulah makna sakti dan keramat, dapat menyelesaikan segala hal dan masalah apabila terjadi.
Leluhur kerinci sejak dulunya, menyampaikan segala sesuatu lewat kiasan.
Sesuai dih mulayu mengatakan :
"Ikan menangkap pukul
Manusia menangkap kias"
"Jadi, apabila manusia tidak bisa menangkap kias, berarti orang itu tidak berilmu". Katanya sembari tersenyum.
M. Lambuk, Gelar Ijung putih tuo mengatakan, begitu banyak kata kiasan yang salah dimaknai, lebih lagi bagi mereka yang baru, atau sama sekali tidak pernah mempelajari soal Adat kerinci.
"sangat penting sekali khususnya bagi para generasi muda, mempelajari adat, agar hal ini terus dapat tumbuh dan berkembang lestari, dari generasi kegenerasi". Tutupnya.
Narasumber : M. Lambuk
Gelar sko (ijung putih tuo)
M. Lambuk
Gelar sko (ijung putih tuo)
Seperti pada tulisan sebelumnya, melalui seorang sumber yaitu, M. Lambuk (Gelar ijung putih tuo), yang notabene adalalah salah seorang tokoh adat kerinci. Lelaki tua ini menyebutkan, bahwa seseorang bisa saja terjerumus kepada kesyirikan apabila tidak bisa memaknai setiap mantra yang seyogyanya mantra tersebut adalah do'a yang diucapkan dengan menggunakan bahasa melayu kerinci.
Seperti halnya mantra membakar kemenyan, mantra ini kata beliau, banyak yang salah mengartikan karena ketidak pahaman akan arti, maksud serta tujuan mantra itu yang sesungguhnya.
BISMILAHIRRAHMANIRAHIM
MELIPUTI NAMO DIKUMENYAN
TAPRUN KUPADO API
SELINDUNG ALLAH NAMO API NYO
SERU ALLAH NAMO ASAPNYO
"MUNYERU RUH YANG SATI²
MUNYERU RUH YANG DIKURAMAT"
SAMO DIPAPAH SAMO BUBIMBING
SAMO MUMINTAK KITO KUPADO ALLAHUTA'ALA..
Kalimat "MENYERU RUH YANG SATI²,
MUNYERU RUH YANG DIKURAMAT" kata M. Lambuk, bukan bermakna ataupun bertujuan untuk menyeru apalagi bermaksud untuk memuja-muja roh² leluhur yang sudah mati.
"kalimat ini bermakna seruan kepada keturunan leluhur kita, seperti yang menyandang gelar sko (Depati), atau yang dianggap lebih pandai serta berilmu" tukasnya.
Pernyataan tokoh Adat ini dikuatkan dengan beberapa dih mulayu yang berbunyi :
" Burung pirak terbang ke sasak
Tibo disasak hinggap di capo
Semenjak ninek turun ke mamak
Dari mamak turun ke kito"
"Buruk li baraganti li
Buruk pua jalipo tumbuh
Bah kayu jelatang bangkit
Hilang cincin timbul permato"
M. Lambuk menerangkan, Keramat (ilmu/kepandaian) para leluhur (Ninek), telah pindah kepada mamak, dan selanjutnya dari mamak terus ke kita.
"kita yang jika memang pernah belajar serta menuntut ilmu, itulah yang keramat". Tegas beliau.
M. Lambuk menambahkan, Apabila kita memang berilmu, artinya itulah makna sakti dan keramat, dapat menyelesaikan segala hal dan masalah apabila terjadi.
Leluhur kerinci sejak dulunya, menyampaikan segala sesuatu lewat kiasan.
Sesuai dih mulayu mengatakan :
"Ikan menangkap pukul
Manusia menangkap kias"
"Jadi, apabila manusia tidak bisa menangkap kias, berarti orang itu tidak berilmu". Katanya sembari tersenyum.
M. Lambuk, Gelar Ijung putih tuo mengatakan, begitu banyak kata kiasan yang salah dimaknai, lebih lagi bagi mereka yang baru, atau sama sekali tidak pernah mempelajari soal Adat kerinci.
"sangat penting sekali khususnya bagi para generasi muda, mempelajari adat, agar hal ini terus dapat tumbuh dan berkembang lestari, dari generasi kegenerasi". Tutupnya.